Tulisan ini saya buat
ketika saya selesai mempelajari mata kuliah dakwah multikultural, hingga
menghasilkan kisah dakwah yang saya temui di daerah saya.
Kisah Tradisi NU yang ada di desaku
18 tahun silam aku dilahirkan di desa kecil di pinggiran kota
gresik yang berdekatan dengan kota Surabaya. Letak desaku yang bisa dinyatakan
strategis Karena memang berdekatan dengan banyak kota di sekitarnya.
Diantaranya ialah Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Lamongan. Dusun Gempol
Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik, itulah alamat lengkap dusun
tempatku dibesarkan dan mengenal kehidupan sampai saat ini. Desa yang masih
kental dengan suasana pedesaan namun berhasil berkolaborasi dengan modernisasi
kota Surabaya yang metropolitan.
Aku yang bernama lengkap Fathimatuz Zuhro terlahir dari keluarga
besar yang beragama Islam. Jadi bisa dikatakan bahwasanya memang aku mendapakan
status agama Islam dari keturunan. Sampai saat ini tak dapat dipungkiri bahwasanya
aku memang belum pernah mencoba mencari asal usul keyakinan atas keimananku.
Karena aku begitu yakin bahwasanya agama yang kupilih telah benar sesuai
perintah Sang Khaliq. Namun ketika aku tak mencari asal muasal Islam, bukan
berarti aku tidak peduli begitu saja. Namun sampai detik ini aku pun masih dan
selalu berusaha mempelajari dan meyakini akan Islam yang telah kupilih sebagai
keimananku.
Aku tak begitu ingat apa yang terjadi semasa aku pasca dilahirkan
hingga mulai dewasa. Namun masih tersisa secercah kisahku semasa aku mulai
menginjak masa Roudhotul Athfal (RA) yang sekarang setingkat dengan Taman
Kanak-kanak (TK) yang kujalani di RA Wachid Hasyim selama hanya setahun. Karena
pada saat itu aku dipercaya oleh segenap bapak/ibu guruku hingga aku diluluskan
hanya dengan menempuh RA selama setahun saja. Karena memang jauh hari sebelum
aku mengenal bangku sekolah itu, aku sudah sedikit banyak diperkenalkan oleh
Orang tuaku mengenai pelajaran baca tulis, bahasa Indonesia, tata karma, hingga
baca tulis Al-Qur’an.
Sekitar usia tiga tahunan, aku pun mulai diperkenalkan ibuku yang
sangat kusayangi mengenai huruf Ijaiyah. Mulai dari alif, ba’, ta’, tsa’,
hingga huruf terakhir yaitu ya’. Karena sudah kupelajari sebelumnya, maka tidak
aneh ketika aku mulai duduk di bangku RA aku sudah bisa dan hafal diluar kepala
mengenai huruf ijaiyah tersebut.
Kemudian ketika aku duduk di bangku RA yang mana itulah rintisan
pendidikan akademikku yang pertama kalinya, aku pun mulai belajar di Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Ar-Rahmah di desaku sendiri. Aku pun mulai belajar
mengaji disana. Jadi, pagi harinya aku bersekolah di RA, sore harinya aku
belajar mengaji di TPA Ar-Rahman. Di TPA itulah aku mulai belajar mulai dari
iqro’ jilid 1. Namun pembelajaran itu ku lalui dengan mudah, karena sebelumnya
aku sudah mulai mempelajarinya dirumah bersama ibuku tercinta.
Di TPA itulah aku mulai mengenal dunia mengaji. Di masjid itu juga
aku mulai mengenal lebih jauh teman sedesaku. Karena sebelumnya aku memang
jarang berkumpul dan bermain bersama mereka selain tetangga atau teman
sekelasku. Ketika aku mulai mengaji itulah aku mulai mengenal teman desaku yang
rumahnya jauh dari rumahku.
Banyak hal yang kutemukan disana. Awal mulanya aku menempuh
mengajiku dengan berjalan kaki bersama kakak kelasku yang rumahnya berdekatan
dengan rumahku. Hingga berlalunya hari, akhirnya aku pun mulai belajar naik
sepeda. Detik demi detik, hari demi hari, minggu demi minggu, serta bulan demi
bulan pun berlalu akhirnya aku pun bisa mengendarai sepeda kecilku sendiri.
Setiap sore aku pun mengendarainya ke TPA untuk belajar mengaji al-qur’an.
Memang mayoritas di daerah tempat tinggalku adalah Islam yang
beraliran Nahdlatul Ulama(NU) yang kuyakini sejak kecil. Namun memang ada yang
menganut paham Muhammadiyah juga di desaku. Apalagi di desa tetanggaku aku juga
menemukan adanya paham Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) lebih tepatnya di
dusun Balongsri Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.
NU yang kuyakini pun kupelajari sejak kecil. Mulai dari berbagai
macam aktifitasnya, hingga pelajaran yang kudapat di bangku Madrasah Ibidaiyah
(MI) yang setara dengan Sekolah Dasar (SD). Aktitas rutinannya sendiri yaitu
ada Yasinan, Tahlilan, Diba’an, Manaqiban, dan berbagai macam amaliyah lainnya.
Begitu pun di bangku MI sudah kudapatkan mata pelajaran Aswaja dan Ke-NU-an,
yang mana di dalamnya menjelaskan semua hal yang ada di dalam NU.
Seperti materi yang telah kudapatkan di masa MI dulu, bahwasanya
NU didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi
keagamaan ini didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Nahdlatul Ulama sendiri
memiliki arti Kebangkitan para ulama atau kebangkitan cendekiawan Islam yang
bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, social, dan ekonomi. NU ini menganut
paham ahlussunah wal jama’ah yang memiliki pola pikir mengambil jalan tengah
antara rasionalis dengan skripturalis. Karena itu sumber hokum Islam bagi NU
tidak hanya al-qur’an dan As-Sunah, melainkan juga menggunakan kemampuan akal
ditambah dengan realitas empiric.NU sendiri memiliki rujukan dalam bidang
teologi/ketuhanan/tauhid yakni Abu Hasan Al-Asy’ari dan abu Mansur Al Maturidi.
Kemudian dalam bidang fiqih mengikuti madzab Imam Syafi’I dan mengakui tiga
madzab yang lain: Imam Hanafi, Imam Maliki, dan juga Imam Hambali. Sementara
dalam bidang tasawuf, mengebangkan metode Al-Ghazali dan Syeikh Junaid Al
Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dan syariat.
Dalam NU sendiri juga terdapat Badan Otonom yang biasa disebut
dengan Banom yang terbentuk berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu:
1. Muslimat NU
2. Gerakan Pemuda Anshor Nahdltatul Ulama
(GP Anshor)
3. Fatayat NU
4. Ikatan Pelajar Nahdlatul ulama (IPNU)
5. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul ulama
(IPPNU)
6. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII)
7. Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al
Mu’tabaroh An-Nahdliyah (MATAN)
Sedangkan untuk
amaliyah NU bisa dilihat dari beberapa rutinannya yaitu:
1. Tahlilan
Yakni sebuah kegiatan yang dilakukan bersama oleh
kalangan-kalangan NU yang berisi pembacaan dzikir, tasbih, ayat al-qur’an
tahlil, tahmid, dan lain sebagainya. Biasanya acara ini diselenggarakan dalam
berbagai macam peringatan acara NU. Yang paling jama’ adalah ketika mendo’akan
seseorang yang telah meninggal dunia. Biasanya dilakukan pada malam hari
pertama hingga ke tujuh harinya. Kemudian di 40 harinya, 100 harinya, 1000 dan
haul tiap tahunnya. Yang dalam tradisi daerahku disebut sebagai mitung dino, patang
puluh dino, nyatus, serta nyewu.
2. Ziarah Kubur
Dalam NU sudah tidak asing lagi dengan tradisi ziarah kubur ini.
Mendatangi makam para Auliya’, ulama atau leluhur dengan membaca yasin, tahlil,
dan do’a. Disini mendatangi makam bukan untuk meminta padanya, melainkan jika
berdo’a melalui orang yang lebih dahulu menghadap pada-Nya apalagi para Auliya’
dan ulama yang memiliki banyak pahala dan keistimewaan maka dirasa lebih dekat
dengan Sang Khaliq dan dapat mengingatkan pada kita bahwasanya dunia ini memang
bersifat fana. Mereka yang kita anggap lebih dekat dengan Allah SWT saja
meninggal, apalagi kita yang manusia biasa. Orang NU meyakini makam para
Auliya’ dan Ulama’ itu sebagai Washilah (perantara) atas do’a-do’a yang kita
sampaikan agar dikabulkan oleh-Nya. Biasanya untuk ziarah ini dilakukan secara
rombongan. Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwasanya dilakukan secara
individu. Bisa dibuktikan ketika malam jum’at atau menjelang ramadhan dan idul
fitri biasanya makam para waliyullah akan sesak dipadati para peziarah. Seperti
di desaku juga, saat ini para anggota Remaja Masjid (Remas) dan Karang Taruna
(Kartar) akan mengadakan ziarah wali lima yang akan diadakan awal bulan Mei
yang akan datang. Wali lima tersebut diantaranya yakni mengunjungi makam Sunan
Ampel di Surabaya, kemudian dilanjut di makam Sunan Giri dan Maulana Malik
Ibrahim di Gresik, Sunan Drajat di Lamongan, dan yang terakhir Sunan Bonang
yang berlokasi di Tuban. Namun biasanya tidak hanya makam lima wali tersebut,
ada juga yang mengikut sertakan beberapa macam para ulama’ dan guru besar juga
orang tua dari para Wali yang tersebut di atas. Seperti diantaranya makam R.
Ibrahim Asmaraqandi yang merupakan ayahanda dari Sunan Ampel, juga terkadang
lanjut ke makam K.H Abdurrahman Wahid yang akrab dengan panggilan Gus Dur yang
berada di Jombang, Jawa Timur.
Namun di NU ini tidak hanya tradisi ziarah ke Auliya’ atau ulama’
saja, melainkan juga berziarah ke sanak family kerabat yang telah lebih dahulu
berpulang ke rahmatullah. Mengunjungi makam orang tua, kakak, atau kakek nenek
yang telah meninggal dunia untuk mendo’akannya dan membersihkan sekeliling
tanah pemakamnnya.
3. Maulid Nabi
Tradisi ini juga telah menjadi agenda rutin di kalangan NU. Setiap
12 Rabiul Awwal, akan banyak ditemui berbagai macam acara untuk memperingati
hari lahirnya Rasulullah ini. Mulai dari festival banjari, Diba’an, barzanzi,
manaqiban, pengajian, tahlil, istighotsah, dan berbagai macam perayaan yang
lainnya.
4. Istighotsah
Istighotsah ini dapat dimaknai sebagai permintaan pertolongan
kepada Allah SWT. Di daerahku istighotsah ini biasanya dilaksanakan secara
bersama-sama di satu majlis. Biasanya istighotsah ini dilangsungkan bersamaan
dengan tahlil dan yasinan pada hari selasa dan kamis malam bergilir di rumah
para warga desa. Setelah istighotsah, biasanya diberi sedikit jamuan makan
untuk mempererat tali silaturrahim antar warga. Apalagi kalau shohibul hajat
sedang memiliki rezeki lebih, maka biasanya para warga dibagikan ambengan / berkat (semacam makanan dan jajanan)
untuk dibawa pulang sebagai buah tangan keluarga yang ada di rumahnya.
5. Qunut
Ketika kamu sholat subuh di suatu musholla atau masjid, dan itu
pake membaca qunut maka bisa dipastikan mayoritas di daerah tersebut adalah NU.
Namun sebenarnya qunut itu dibagi menjadi 3:
a. Qunut subuh
: qunut yang dibaca pada waktu sholat subuh
b. Qunut
nazilah
: qunut yang dibaca ketika mendapat kesusahan, seperti wabah bencana, musibah,
atau yang lainnya
c. Qunut
witir
: qunut yang dibaca ketika bulan Ramadhan pada roka’at terakhir sholat witir di
malam ke 16-30 Ramadhan
6. Talqin
Adalah amaliyah NU yang dilaksanakan saat ada anggota keluarga
atau sanak family yang meninggal dunia. Kata talqin sendiri berasal dari bahasa
arab yang artinya memahamkan atau mengingatkan. Talqin ini biasanya dibacakan
dalam bahasa Arab, namun bisa juga dibacakan dalam bahasa Jawa. Mengenai
tatacaranya biasanya orang yang menalqin mengambil posisi duduk di hadapan
kepala sang mayyit, sedangkan para hadirin biasanya berdiri. Kemudian salah
seorang yang biasanya merupakan pemuka agama mulai membacakan talqin bagi si
mayyit.
7. Tingkepan
Tradisi tingkepan ini merupakan selamatan yang dilaksanakan pada
bulan keempat kehamilan sang istri. Diadakan di bulan keempat karena dipercaya
pada bulan itulah ruh si jabang bayi ditiupkan ke Rahim ibunya. Maka dari itu
dirasa perlu diadakan selamatan demi kebaikan sang jabang bayi agar tetap sehat
walafiat hingga waktu kelahirannya kelak.
Di dalam tradisi ini masih ada juga sisa kepercayaan jawa kuno,
yakni menjatuhkan telur dari ujung kepala ke dalam baju hingga jatuh ke bawah
kaki. Jika telur tersebut pecah, maka kemungkinan jenis kelamin bayi adalah
perempuan. Namun jika telur yang dijatuhkan tetap utuh seperti sediakala, maka
kemungkinan jenis kelamin bayi adalah laki-laki.
Namun secara tradisi NU sendiri, tradisi ini berupa pembacaan do’a
dan pemberian sedekah kepada tetangga dan sanak family. Di sela-sela acara
biasanya dibacakan surat Yusuf dan surat Maryam, dengan harapan jika bayinya
lahir laki-laki maka akan setampan nabi Yusuf, dan jika lahir perempuan maka
secantik Siti Maryam.
Itulah sedikit paparan mengenai tradisi rutinan NU yang ada di
daerahku. Sebenarnya masih banyak lagi amaliyah rutin yang lainnya. Sejak kecil
memang aku lahir dan dibesarkan di lingkungan NU. Namun aku pun pernah memiliki
teman yang berpaham Muhammadiyah. Dia terlahir dari ayah yang berpaham
Muhammadiyah dan ibunya berpaham NU. Akhirnya dia pun memilih untuk mengikuti
jejak ayahnya. Dari itulah aku sedikit mengerti tentang Muhammadiyah. Dia
menjelaskan padaku bahwasanya Muhammadiyah lahir pada tanggal 18 november 1912
M/ 8 Dzulhijjah 1330 H, yang memiliki tujuan bergerak di bidang keagamaan,
pendidikan, dan social. Pendiri organisasi ini bernama K.H. Ahmad Dahlan.
Gerakan Muhammadiyah ini memiliki ciri semangat membangun tata
social dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Dalam
pembentukannya Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah
Al-Qur’an. Beberapa macam aktivitas dari Muhammadiyah yakni :
1. Bidang kesehatan
Di bidang kesehatan
ini Muhammadiyah memiliki :
a. rumah sakit umum dan bersalin
Muhammadiyah/Aisyiyah
b. balai kesehatan ibu dan anak
c. balai kesehatan masyarakat
d. balai pengobatan
e. Apotek
2. Bidang social
Di bidang social ini
terdapat beberapa lembaga:
a. Panti asuhan yatim
b. Panti jompo
c. Balai kesehatan social
d. Panti wreda/manula
e. Panti cacat netra
f. Santunan-santunan untuk manula, dan
juga orang meninggal
3. Bidang pendidikan
Dalam bidang
pendidikan ini juga terdapat beberapa lembaga:
a. TK/TPQ
b. SD/MI
c. SMP/MTs
d. SMA/MA
e. Perguruan Tinggi
Yah itulah sedikit penjelasan yang saya dapatkan dari teman saya
yang berpaham Muhammadiyah. Banyak hal lain sebenarnya yang saya dapatkan,
namun di cerita saya ini memang saya lebih memperbanyak cerita mengenai NU
sesuai keyakinan saya. Sampai saat ini saya pun masih tergolong sebagai anggota
Ikatan pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang mana memang mewadahi pemudi
NU yang masih seusia pelajar. Dan saya juga seringkali mengikuti acara Fatayat
NU yang ada di daerah saya.
Sedangkan di kampus tercinta ini saya juga masih aktif sebagai
kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sejak mengikuti Pelatihan
Kader Dasar (PKD) setahun yang lalu. Bisa dinyatakan masih bergelut di seputar
NU juga. Mungkin ke depannya saya akan belajar lebih jauh mendalam Ke NU an
saya yang masih sangat minim ini.