Ketika aktivis
tak lagi mencintai pengetahuan, lantas seperti apa dia memaknai dirinya sebagai
seorang aktivis?
Apalagi di
era yang begitu modernis, yang bertuhankan teknologi. Harus bertahan dengan
kekosongan intelektual.
Status mahasiswa
yang begitu lekat dengan aktivitas kajian dan diskusi, akankah musnah?
Karena seperti
yang kita ketahui,
Kampus saat
ini bagaikan mesin pencetak pengangguran.
Yang dijunjung
tinggi bukanlah mereka yang hobby berdiskusi, melainkan mereka yang ahli
mencetak rupiah.
Mahasiswa
didoktrin para birokrat kampus untuk menjadi pengusaha sesukses mungkin.
Mahasiswa
diperintah untuk patuh pada dosen di kelasnya, datang dan pulang tepat waktu.
Lantas
apa bedanya mahasiswa dengan pegawai kantor?
Dimana kajian-kajian
intelektual yang dulu melekat pada seorang mahasiswa?
Bahkan terdapat
pernyataan “Jika kaum intelektual telah lenyap dari suatu organisasi, maka
sisanya adalah Sampah”
Lebih tepatnya
ialah “Sampah Masa Depan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar