Selasa, 07 Juni 2016

Bayangan tertinggal





Ketika sebuah rindu tak pernah tersampaikan

Hanya mampu tersimpan dalam diam

Masih akan selalu berada disini

Menunggu waktu yang tak kunjung lalu

Adakah dikau tetap disana

Menatap kosong, penuh tersirat

Tak pernah sirna bersama sisa bayangan

Saat kudekap bersama sang jiwa nan sunyi

Akankah dapat kembali masa silam penuh harap

Ketika berada di sisi hingga tak mampu terurai

Kata tak lagi bermakna

Menggoreskan sebuah luka lama….

Gresik, 29 april 2016

Semangat Baru Ara



Entahlah…
Ara pun bingung dengan jalan kehidupannya. Yang ada hanya sebuah kobaran amarah, melihat keluarganya di ambang kehancuran. Tak ada yang perlu disalahkan memang, “Mungkin memang aku yang salah ditakdirkan untuk dilahirkan dari keluarga ini,” Gumam Ara dalam hati.
     Namun Ara pun teringat akan perkataan Soe Hok Gie dalam bukunya yang berjuddul “Catatan seorang demonstran” yang mengatakan bahwa tak ada manusia yang bisa memilih dari mana atau kelompok mana ia dilahirkan. Yah, mungkin itulah yang disebut dengan takdir.
     Hamper setiap hari air mata menemani hari-harinya. Karena memang mengingat begitu pedih lika-liku kehidupannya. Pahit yang harus dijalaninya.
     Namun ara begitu bersyukur kalau saat ini dia merasa memiliki saudara baru yang ia inisialkan “CG”. Dia yang menjadi semangat Ara saat ini. Ara selalu ingin berada di dekatnya. Karena setiap ada diketnya yang ada hanya energy positif.
     Hanya harapan yang saat ini tersimpan, berharap aka nada keajaiban Tuhan. Tuk membalas tetesan-tetesan air mata yang selama ini terlinang. Semoga mendapat kemudahan akan jalan kehidupannya selanjutnya.

Rabu, 01 Juni 2016

Lagi-Lagi Salah

         Malam ini merupakan malam yang kan menjadi detik-detik terakhir semester ini. Namun wajah Ara terlihat lebih berat dari biasanya. Rupanya dia sedang memikirkan suatu hal yang menurutnya membuatnya begitu menguras otak. Ara merasa capek fikiran, capek otak, dan segala hal telah membuatnya merasa begitu lelah.
         “Aku begitu lelah. Aku butuh sandaran. Entah apa saja yang ada di fikiranku saat ini. Bahkan aku telah membuat kesalahan-kesalahan baru hari ini,” Gumam Ara dalam hati ketika termenung di Gazebo kampusnya.
         Hari ini Ara memang tidak ada mata kuliah. Dia hanya mengumpulkan tugas Ujian Akhir Semester (UAS) terakhir sebelum liburan bulan Ramadhan. Setelah itu, dia langsung pergi menuju Basecamp salah satu organisasi yang dia geluti yakni, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
         Sesampai basecamp, Ara telah berusaha mengingat deadline apa saja yang harus dia selesaikan. Namun seingat dia, tugas-tugas telah usai. Namun Ara melupakan satu hal di siang itu. Karena Ara adalah bagian dari pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi (Himaprodi) di fakultasnya, maka seharusnya siang itu Ara harus berada di Lobby fakultasnya.
         Namun ternyata, siang itu Udara yang terasa begitu panas dibantu dengan semilir hawa kipas angin kecil membuatnya terlelap. Ara juga merasa badannya begitu lelah karena dua hari sebelumnya dia membantu mengurus adik-adik kelasnya yang mengikuti tes Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di kota Surabaya.
         Ketika bangun tidur, hal pertama yang dilakukan Ara adalah membuka Chat Group di handphonenya. Namun apa yang dia amati membuatnya begitu terkejut. “Ha...?? Ternyata seharusnya siang tadi aku harus kumpul dengan divisi keorganisasianku, untuk membahas program kerja (Proker) selanjutnya. Tugasku pun membuat proposal Islamic Communication Day (ICD),” Ujarnya menggerutu sendiri dengan nyawa yang belum begitu lengkap sehabis bangun dari tidur.
         Ternyata, ada satu hal lain yang juga telah ditinggalkan oleh Ara, yakni foto anggota pengurus Himaprodi. Serta merta Ara bergegas mengambil kunci motor dan meluncur ke kampus. Dia pun berusaha menemui divisi kominfo untuk meminta foto. Namun ternyata sesampainya di kampus, sesi foto tlah usai.
“Haduhh... Hari ini aku tlah membuat kesalahan lagi. memang bukan begitu fatal. Namun itu adalah bagian dari kelalaianku yang sudah seharusnya tak kulakukan,” Sesalnya.

         Kesalahan-kesalahan baru, dengan usaha yang maksimal Ara berusaha memperbaikinya. Dia berharap di Bulan Juni ini, akan ada kisah baru yang tak lagi mengecewakannya. 

Luar Negeri yang tertunda


Aku bukanlah siapa-siapa. Aku hanya seorang gadis kecil dengan usia yang begitu muda diantara teman sebayaku. Ara, seperti itulah orang memanggilku. Namun, siapalah aku bukan hal yang penting tuk diketahui. Karena yang ada dalam kisahku adalah kesalahan-kesalahan yang kerapkali kulakukan dengan berbagai macam bentk dan jenis baru dengan berbagai akibat baru pula.

Apalagi ini...
Semerta-merta aku mendengar kata itu...
Kata yang menurutku begitu ingin ku hindari..
"DR"

Bukanlah hal yang mudah, dan bukan hal yang menjadi impian. Namun, mengapa hal itu begitu saja hinggap di telingaku.

Di sisi lain, baru tadi pula aku mendengar suatu hal yang sempat menjadi impianku yang mungkin sampai sekarang hal itu masih tersimpan di dasar hati terdalam...

Karena Kakakku...
Bukanlah orang yang begitu peduli padaku, Bukan orang yang selalu memperhatikanku dan bahkan bukan orang yang begitu mementingkanku atau mengakui keberadaanku.

Namun tadi pagi,
Aku mendengar suatu hal yang pernah tersimpan dalam Awan Impianku,

"Kuliah ke Luar Negri"

Sepatah kata sederhana dengan ribuan penafsiran

Bahkan telah ada seorang pemuda desaku yang telah membuktikan hal itu. Yakni negara Thailand. Negara tempat kini dia bersarang menimba ilmu, Meski aku pun tak pernah tau kisah seperti apa yang sedang dia jalani...

Kata itu masih nyata terekam dalam memoriku, bahkan orang yang saat ini menjadi panutanku juga menyimpan hal itu. Seharusnya dia sudah pergi ke negara Thailand saat ini. Karena memang dia juga telah berhasil mendapatkan beasiswa itu. Namun karena itu lah, dia harus menunda impiannya..
        
         Sedangkan detik ini, di pergantian siang menuju malam ini, aku harus kembali mendengar pernyataan itu. Bahkan yang menyatakannya adalah teman, sekaligus ketua kelompok waktu diklat awal keorganisasian. Yang memang dia telah kuanggap bagian keluargaku, bagian dari kisah kehidupanku juga.

         “Semester enam mendatang, kamu harus siap. Karena aku akan pergi ke Jepang bersama Sang Koordinator kita. Aku akan mengambil beasiswa ke luar negeri. Kamu harus disini dan melanjutkan perjalananmu,” Sahutnya di salah satu angkringan yang letaknya tak begitu jauh dari kampusku.

         Serta merta fikiranku begitu kacau. Fikiran yang sebelumnya kurasa begitu pening, begitu “Sumpek” kalau orang Gresik mengatakan, namun malah harus mendengar pernyataan seperti itu.

         Hufftttt..... Memang bukan apa-apa. Sama sekali bukan masalah berat yang harus memenuhi fikiran yang telah kalut. Namun, mengapa harus bersamaan dengan pernyataan kakakku yang notabene tak pernah mementingkan adanya aku.

         Apa ini memang ada suatu pertanda atau lambang suatu hal yang akan menjadi perjalananku di suatu hari.
Entahlah...
Itu hanya bagian dari kekalutan fikiranku,
Itu hanya bagian dari pertentangan fikiranku yang tak begitu penting.
Biarkan waktu yang memberikan jawaban...